Cara Mudah Membuat Majalah
Sekolah
Membuat
majalah sekolah? ”Ah susah!” Begitu pernyataan yang
sering diutarakan siswa ketika ditanya masalah pembuatan majalah sekolah. Sebenarnya ada cara yang relatif
mudah untuk membuat majalah sekolah. Bagaimana?
JAWABAN ”Ah
susah!” dari para siswa itu tidak bisa disalahkan. Gurunya pun belum tentu bisa
membuat majalah sekolah. Ini dapat dipahami, karena tidak
ada mata pelajaran secara khusus mengenai pembuatan majalah sekolah. Hal ini kontras dengan sekolah di Amerika Serikat, yang mana penulis pernah
mengunjunginya beberapa waktu yang lalu. Semuanya mempunyai majalah sekolah yang dibuat sendiri. Di sana juga ada mata pelajaran jurnalistik, bahkan ada kelas khusus jurnalistik.
Tidak hanya
tulis-menulis yang diajarkan, tetapi juga
pembuatan buletin atau majalah. Hal ini tentu didukung dengan sarana-prasarana
untuk menunjang mata pelajaran jurnalistik di sekolah.
Last but not
least! Tiada kata terlambat untuk kemajuan pendidikan di Indonesia, termasuk dalam pembuatan majalah sekolah. Dalam 10 tahun terakhir ini,
banyak sekolah yang menyadari arti penting majalah
sekolah. Bahkan untuk meningkatkan kualitas
majalah sekolah, dibukalah ekstrakulikuler (ekskul)
jurnalistik di sekolah, juga digelar berbagai pelatihan jurnalistik dengan menggandeng praktisi pers.
Meski tidak
berupa mata pelajaran jurnalistik secara khusus, setidaknya dengan
ekskul jurnalistik ini bisa mengejar ketertinggalannya
dari negara maju. Banyak sekali manfaat ekskul jurnalistik. Hery Nugroho (2006) mengatakan ada empat hal,
yakni :
a) sebagai
media penyaluran bakat siswa dalam bidang penulisan,
b)
penyaluran minat dalam bidang yang sama,
c) membantu
anak memahami dan mempraktikkan teori-teori dalam pelajaran bahasa, dan
d) melatih
anak tampil lebih berani dan kritis terhadap berbagai kondisi.
Dengan
adanya ekskul jurnalistik, diharapankan dapat menelurkan
produknya: majalah sekolah. Karenanya, sekolah yang mempunyai ekskul jurnalistik akan lebih mudah membuat majalah sekolah daripada sekolah yang tidak mempunyai ekskul
tersebut. Secara teori, sekolah yang mempunyai ekskul jurnalistik sudah siap dengan infrastruktur
dalam pembuatan majalah sekolah.
Sebenarnya sekolah yang tidak mempunyai ekskul jurnalistik tidak berarti harus menutup pintu
untuk memiliki majalah sekolah. Sebab secara substansi juga
diajarkan dalam setiap mata pelajaran, baik bahasa Indonesia, bahasa Jawa, maupun bahasa
Inggris. Yang terpenting, adakah kemauan sekolah untuk membuatnya. Tentunya kemauan
ini tidak hanya dari guru bahasa Indonesia saja, tetapi harus didukung
berbagai komponen sekolah, mulai dari kepala sekolah, seluruh guru, karyawan, komite sekolah, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
Merasakan Manfaat Majalah
Sekolah
Dukungan ini
dapat dengan cepat diperoleh kalau masing-masing pihak mengetahui dan merasakan
manfaat adanya majalah sekolah. Menurut Mulyoto (2007), ada tujuh
manfaat adanya majalah sekolah.
Pertama,
Sebagai media penyalur potensi menulis. Siswa dapat menyalurkan bakat
serta minat menulis. Banyak sekali penulis terkenal
memulai belajar menulis sejak bangku sekolah. Pendek kata, majalah sekolah dapat berfungsi sebagai kawah
”candradimuka” bagi calon-calon penulis masa depan.
Kedua,
Penyalur aspirasi. Seringkali banyak
siswa ketika mempunyai masalah hanya diungkapkan dengan coretan di atas meja,
atau di dinding sekolah. Pengungkapan perasaan seperti ini
jelas merugikan sekolah, karena akan terkesan kumuh dan
kotor. Daripada seperti itu, lebih baik siswa mengungkapkan perasaannya dengan
tulisan, baik berupa gambar, cerpen, artikel, atau puisi yang nantinya akan dimuat di
majalah sekolah.
Ketiga,
Media komunikasi. Tulisan yang
dimuat —baik dari siswa, guru atau karyawan— akan dibaca seluruh
keluarga besar sekolah. Hal ini secara tidak langsung akan
terjadi komunikasi antarpembaca.
Keempat,
Media pembelajaran berbasis
baca-tulis. Belajar tidak cukup dengan hanya mendengarkan penjelasan guru, mencatat, dan menghafalkan. Tetapi juga mau membaca masalah-masalah di sekitarnya dan
menuangkan dalam bentuk tulisan. Keberadaan majalah sekolah memberi ruang kepada siswa untuk
mempublikasikan idenya.
Kelima,
Media belajar organisasi. Dalam pembuatan majalah sekolah diperlukan pengelola majalah, mulai
dari pemimpin redaksi, sekretaris, bendahara, redaktur, wartawan, fotografer,
dan lain-lain. Secara langsung, siswa belajar bagaimana membagi pekerjaan untuk
membuat majalah sekolah.
Keenam,
Penyemai demokrasi. Dengan adanya majalah sekolah, siswa bisa menuliskan uneg-unegnya
dalam bentuk tulisan. Uneg-uneg bisa berbentuk masukan untuk perbaikan sekolah. Sehingga siswa dapat merasakan
pengalaman nyata tentang bagaimana menyampaikan pikiran dalam sistem yang
demokratis, dengan cara yang bermartabat.
Ketujuh,
Media promosi. Tulisan yang ada
dalam majalah sekolah sekaligus dapat diketahui orang
lain. Selagi majalah itu masih ada, sampai kapan pun orang lain akan dapat
membacanya. Dengan kata lain, penerbitan majalah sekaligus bisa menjadi media
promosi sekolah tersebut.
Ya, ketujuh manfaat itu sangat
bermanfaat. Atau dalam bahasa penulis (Hery Nugroho, 2008), kemanfaatanya sama seperti
pohon kelapa. Mulai dari akar sampai batangnya bermannfaat. Setelah mengetahui
manfaat dan bersepakat untuk membuat majalah sekolah, langkah berikutnya adalah action
(pembuatan majalah sekolah).
Cara Praktis Membuat
Majalah Sekolah :
Menurut
pengalaman penulis selaku pembimbing, pembuatan majalah sekolah dapat dilakukan dengan
langkah-langkah berikut :
Pertama,
Masa persiapan. Pengelola majalah
menyiapkan penerbitan majalah sekolah, yakni membuat proposal. Proposal
hendaknya dibuat dan dibahas oleh seluruh pengelola. Mulai dari soal nama
majalah, visi-misi, rencana rubrikasi, jumlah halaman, hingga rencana pemasukan
dan pengeluaran dalam pembuatannya.
Kedua
Masa penulisan dan pengeditan.
Penulisan naskah bisa berasal dari siswa, guru, dan karyawan. Untuk memfokuskan isi, sebaiknya
dilakukan rapat redaksi terlebih dulu. Jangan lupa, dalam redaksi itu harus ada
kesepakatan bersama kapan batas akhir (dead line) pengumpulan naskah.
Setelah semua tulisan masuk ke meja
redaksi, langkah berikutnya adalah menyeleksi naskah layak muat dan
mengeditnya. Editing dilakukan oleh editor, dan tugas itu bisa dilakukan oleh guru bahasa, khususnya bahasa Indonesia.
Ketiga
Lay out. Pada masa ini, naskah yang
telah dimuat ditata (lay out). Kalau pengelola majalah bisa me-lay out sendiri, itu lebih baik. Kalau tidak, minta
bantuan orang lain yang ahli. Meski yang me-layout orang lain, alangkah baiknya
ada salah seorang redaksi yang ikut mendampingi, untuk memudahkan lay outer
manata sesuai dengan keinginan redaksi.
Hasil lay out bisa diprint, untuk
diedit ulang. Mungkin ada yang masih salah, kurang foto, atau yang lain.
Langkah ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan isi majalah.
Keempat
Pracetak. Pada masa ini, pembuatan
majalah 75 persen hampir jadi. Ibarat foto, tinggal membuat filmnya. Dalam
tahap ini, pengelola dihadapkan pilihan apakah menggunakan film atau kalkir. Film pun ada dua pilihan: separasi atau hitam putih.
Pilihan ini tergantung dari
kemampuan pengelola majalah sekolah. Kalau ingin bagus, bisa berbentuk film yang separasi. Tetapi kalau dananya minim, bisa
menggunakan kalkir. Dalam pengamatan penulis, banyak pengelola majalah sekolah menggunakan film separasi untuk cover, sedangkan halaman isi
menggunakan kalkir. Hal ini ditempuh dengan pertimbangan penghematan
pengeluaran dana dan kualitasnya tidak begitu jelek.
Kelima
Pencetakan. Ini adalah tahapan
terakhir, dan sangat menentukan kualitas cetak majalah. Karenanya, redaksi
harus hati-hati memilih percetakan yang betul-betul berpengalaman. Selain itu,
perlu diperjelas waktu selesai pencetakan. Jangan sampai waktunya meleset dari
keinginan pengelola.
Setelah kelima hal itu dilakukan, bukan
berarti pekerjaan pengelola majalah selesai. Ada hal yang tidak kalah penting,
yakni membagi majalah ke tangan pembaca.
Drs. H. Erawan Aidid,
M.Pd.
erawanaidid@yahoo.com