Linguistik
Umum
A.
Latar belakang
Sesungguhnya,
para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal
tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai
ratusan tahun lalu, Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat
melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal
tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.
Penelitian
Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini
keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini
dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan)
pada pertengahan abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama.
Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau
echoic theory Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan
terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan
sebagainya. Ada
pula teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat
mendahului ujaran
Teori-teori yang
lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai
pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan
kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para
ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan
perkembangan manusia itu sendiri.
Dari sudut
pandang para antropolog disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang
bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menjadi homo
sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan
berbahasa pada manusia berkembang sejalan dengan proses evolusi manusia.
Perkembangan otak manusia mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya.
Hingga akalnya manusia mempunyai kemampuan berbicara. Pembicaraan tentang
asal-usul bahasa dapat dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional
dari modern para ahli dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan
pandangannya dengan berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga
sekarang belum menemukan kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang
paling tepat.
Banyak definisi
tentang konsep bahasa yang dinyatakan para ahli bahasa. Pada umumnya definisi
tersebut berpendapat bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer
dan konvensional, merupakan lambang bunyi. Hal inilah yang kemudian disebut
sebagai ciri-ciri bahasa, yaitu (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa
itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat
arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7)
bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu
bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat
dinamis, (12) bahasa itu bersifat manusiawi.
B. Hakikat Linguistik dan
Cabang-cabang Linguistik
Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata Latin lingua yang berarti bahasa. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis. Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistic) karena tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja.
Ferdinand De
Saussure seorang sarjana Swiss dianggap sebagai pelopor linguistik modern.
Bukunya yang terkenal adalah Cours de linguistique generale (1916). Buku
tersebut dianggap sebagai dasar linguistik modern. Beberapa istilah yang
digunakan olehnya menjadi istilah yang digunakan dalam linguistik. Istilah
tersebut adalah langue, language, dan parole.
Langue mengacu
pada suatu sistem bahasa tertentu yang ada dalam benak seseorang yang disebut
competence oleh Chomsky. Langue ini akan muncul dalam bentuk parole, yaitu
ujaran yang diucapkan atau yang didengar oleh kita. Jadi, parole merupakan
performance dari langue. Parole inilah yang dapat diamati langsung oleh para
linguis. Sedangkan language adalah satu kemampuan berbahasa yang ada pada
setiap, manusia yang sifatnya pembawaan. Pembawaan ini pun harus dikembangkan
melalui stimulus-stimulus. Jika dikaitkan dengan istilah-istilah dari Ferdenand
De Saussure, maka yang menjadi objek dalam linguistik adalah hal-hal yang dapat
diamati dari bahasa yakni parole dan yang melandasinya yaitu langue.
Bagi linguis,
pengetahuan yang luas tentang linguistik tentu akan sangat membantu dalam
menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Seorang linguis dituntut untuk dapat
menjelaskan berbagai gejala bahasa dan memprediksi gejala berikutnya. Bagi
peneliti, kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantu mereka dalam
memahami karya-karya sastra dengan lebih baik. Bagi guru bahasa pengetahuan
tentang seluruh subdisiplin linguistik fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik) akan sangat diperlukan. Sebagai guru bahasa, selain dituntut untuk
mampu berbahasa dengan baik dan benar mereka juga dituntut untuk dapat
menjelaskan masalah dan gejala-gejala bahasa. Pengetahuan tentang linguistik
akan menjadi bekal untuk melaksanakan tugas tersebut.
Bagi penyusun
kamus, pengetahuan tentang linguistik akan sangat membantu dalam menjalankan
tugasnya. Penyusun kamus yang baik harus dapat memahami fonem-fonem bahasa yang
akan dikamuskan, penulisan fonem tersebut, makna seluruh morfem yang akan
dikamuskan, dan sebagainya. Para penyusur buku
pelajaran tentu banyak membutuhkan konsep-konsep linguistik dalam benaknya.
Buku pelajaran yang akan disusun harus menggunakan kalimat yang sesuai dengan
tingkat pemahaman siswa yang akan membaca buku tersebut. Di samping itu mereka
harus mampu menyajikan materi dengan kosakata dan kalimat yang tepat sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman. Linguistik akan sangat bermanfaat bagi mereka.
Sebagai sebuah
gejala yang kompleks, bahasa dapat diamati atau dikaji dari berbagai segi. Hal
ini melahirkan berbagai cabang linguistik. Berdasarkan segi keluasan objek
kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus.
Berdasarkan segi keluasan objek kajiannya, dapat dibedakan adanya linguistik
sinkronik dan diakronik. Berdasarkan bagian-bagian bahasa mana yang dikaji,
dapat dibedakan adanya linguistik mikro dan makro yang sering juga diistilahkan
dengan mikrolinguistik dan makrolinguistik. Berdasarkan tujuannya, dapat
dibedakan antara linguistik teoritis dan linguistik terapan. Berdasarkan
alirannya, linguislik dapat diklasifikasikan atas linguistik tradisional,
linguistik struktural, linguistik trasformasional, linguistik generatif,
linguistik relasional, dan linguistik sistemik. Di samping cabang-cabang
linguistik di atas, Verhaar juga memasukkan pembahasan fonetik dan fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik sebagai cabang linguistik.
C. Aliran-aliran Linguistik
Sejarah
linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran
linguistik yang pada akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing
aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga
melahirkan berbagai tata bahasa.
Aliran
tradisional telah melahirkan sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang
dipakai kurang lebih selama dua ratus tahun lalu. Menurut para ahli sejarah,
tata bahasa yang dilahirkan oleh aliran ini merupakan warisan dari studi
preskriptif (abad ke 18). Studi preskriptif adalah studi yang pada prinsipnya
ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar.
Sejak tahun
1930-an sampai akhir tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh
adalah aliran struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan
penting pada era ini adalah Bloomfield .
Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia melandasi teorinya
berdasarkan psikologi behaviorisme. Menurut Behaviorisme ujaran dapat
dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar kejadiannya.
Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism, sebagai kebalikan dari
mentalism.
Tata bahasa
tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Linguage
in Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour (1954).
Menurut aliran Ini, satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani
yang berarti susunan). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau
slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk
mengisi slot tersebut.
Linguistik
transformasi melahirkan tata bahasa Transformational Generative Grammar yang
sering disebut dengan istilah tata bahasa transformasi atau tata babasa
generatif. Tokoh linguistik transformasi yang terkenal adalah Noam Comsky
dengan bukunya Syntactic Structure (1957). Buku tersebut terus diperbaiki oleh
Chomsky sehingga terlahir buku kedua yang berjudul Aspect of the Theory of
Sintax.
Chomsky
menyatakan bahwa setiap tata bahasa dari suatu bahasa merupakan teori dari
bahasa itu sendiri. Syarat tata bahasa menurutnya adalah:
Pertama, kalimat
yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahwa
tersebut sebagai kalimal yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata
bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah
yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya
harus sejajar dengan teori linguistik tertentu (Chaer, 1994).
Selain hal di
atas konsep dari Chomsky yang populer hingga sekarang adalah istilah dan
competence, dan performance. Competence adalah pengetahuan yang dimiliki
pemakai bahasa mengenai bahasanya. Hal ini tersimpan dalam benak para pengguna
bahasa. Sedangkan performance adalah penggunaan suatu bahasa dalam keadaan real
(situasi sesungguhnya). Kedua konsep ini kiranya sejalan dengan konsep langue
dan parole yang dikemukakan de Saussure.
Menurut teori
semantik generatif, struktur sintaksis dan semantik dapat diteliti bersamaan
karena keduanya adalah satu. Struktur semantik ini serupa dengan logika, berupa
ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argumen dalam suatu
proposisi. Menurut teori ini argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan,
predikat adalah semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan,
dan sebagainva. Jadi, dalam menganalisis sebuah kalimat, teori ini berusaha
untuk menguraikannya lebih jauh sampai diperoleh predikat yang tidak dapat
diuraikan lagi.
Charles J.
Fillmore dalam buku The Case for Case tahun 1968 yang pertama kali
memperkenalkan tata bahasa kasus. Dalam bukunya ini Fillmore membagi kalimat
atas (1) modalitas yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia;
dan (2) proposisi terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus
(Chaer, 1994). Pengertian kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba
dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan
argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi
label kasus. Dalam tata bahasa kasus dikenal istilah-istilah seperti agent
(pelaku), experiencer (pengalami), object (objek, yang dikenai perbuatan),
source (keadaan, tempat, waktu), goal (tujuan), dan referential (acuan).
Fonetik
merupakan cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar fisik bunyi-bunyi bahasa,
tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda makna.
Objek kajian fonetik adalah fon. Fonemik adalah cabang ilmu linguistik yang
mengkaji bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Objek kajian fonemik adalah fonem.
Alat-alat ucap
yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa adalah paru-paru, pangkal
tenggorokkan, rongga kerongkongan, langit-langit lunak, langit-langit keras,
gusi, gigi, bibir, dan lidah.
Fonem
adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna
kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan
harus dicari pasangan minimalnya.
Alofon
merupakan realisasi sebuah fonem. Alofon dapat dilambangkan dalam wujud tulisan
atau transkripsi fonetik yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi, dan tandanya
adalah […]. Grafem merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi ortografis,
yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada
suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan suatu bahasa.
Fonem dapat
dibagi atas vokal dan konsonan. Pembedaan kedua fonem ini didasarkan ada
tidaknya hambatan pada alat bicara. Sebuah bunyi disebut vokal apabila tidak
ada hambatan pada alat bicara. Sebuah bunyi disebut konsonan apabila dibentuk
dengan cara menghambat arus udara pada sebagian alat bicara.
Fonem yang
berwujud bunyi disebut fonem segmental. Fonem dapat pula tidak berwujud bunyi,
tetapi merupakan tambahan terhadap bunyi yaitu tekanan, jangka, dan nada yang
disebut ciri suprasegmental atau fonem nonsegmental.
Asimilasi
merupakan peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat
dari bunyi yang ada di lingkungannya. Disimilasi yaitu perubahan dua buah fonem
yang sama menjadi fonem yang berlainan. Kontraksi adalah pemendekan bentuk
ujaran yang ditandai dengan hilangnya sebuah fonem atau lebih.
E. Morfologi
Morfologi
atau tata kata adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk
pembentukan kata. Morfologi mengkaji seluk-beluk morfem, bagaimana mengenali
sebuah morfem, dan bagaimana morfem berproses membentuk kata.
Morfem adalah
bentuk bahasa yang dapat dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, yang
kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi begitu
seterusnya sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai makna.
Morfem yang dapat berdiri sendiri dinamakan morfem bebas, sedangkan morfem yang
melekat pada bentuk lain dinamakan morfem terikat.
Alomorf adalah
bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama. Morf adalah
sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya.
Untuk menentukan
sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, harus dibandingkan bentuk tersebut di
dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Morfem utuh yaitu morfem yang
merupakan satu kesatuan yang utuh. Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan
dua bagian yang terpisah atau terbagi karena disisipi oleh morfem lain.
Kata
adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata dapat berwujud dasar yaitu
terdiri atas satu morfem dan ada kata yang berafiks. Kata secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi lima
kelompok yaitu verba, adjektiva, averbia, nomina, dan kata tugas. Dalam bahasa Indonesia kita kenal ada
proses morfologis; afiksasi, reduplikasi, komposisi, abreviasi, metanalisis,
dan derivasi balik. Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata
kompleks. Di dalam bahasa Indonesia dikenal jenis-jenis afiks yang dapat
diklasifikasikan menjadi prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, dan
kombinasi afiks.
Reduplikasi
merupakan pengulangan bentuk. Ada
3 macam jenis reduplikasi, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis,
dan reduplikasi sintaktis. Reduplikasi juga dapat dibagi atas: dwipurwa,
dwilingga, dwilingga salin swara, dwiwasana, dan trilingga.
Pemajemukan
atau komposisi adalah proses penghubungan dua leksem atau lebih yang membentuk
kata. Secara empiris ciri-ciri pembeda kata majemuk dari frasa adalah
ketaktersisipan, ketakterluasan, dan ketakterbalikan.
Abreviasi
adalah proses penggalangan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi
leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untuk
abreviasi ialah pemendekan, sedangkan hasil prosesnya disebut kependekan.
Bentuk kependekan itu dapat dibagi atas singkatan, penggalan, akronim,
kontraksi, dan lambang huruf,
Derivasi balik
adalah proses pembentukan kata berdasarkan pola-pola yang ada tanpa mengenal
unsur-unsurnya.
F. Pengertian Sintaksis dan Alat-alat Sintaksis
Secara
etimologi, sintaksis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan tattein yang berarti
menempatkan. Jadi, Sintaksis berarti
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Dalam setiap
bahasa ada seperangkat kaidah yang sangat menentukan apakah kata-kata yang
ditempatkan bersama-sama tersebut akan berterima atau tidak. Perangkat kaidah
ini sering disebut sebagai alat-alat
sintaksis, yaitu urutan kata, bentuk kata, intonasi, dan konektor yang biasanya
berupa konjungsi.
Keunikan setiap
bahasa berhubungan dengan alat-alat sintaksis ini. Ada bahasa yang lebih mementingkan urutan
kata daripada bentuk kata. Ada
pula bahasa yang lebih mementingkan intonasi daripada bentuk kata. Bahasa Latin
sangat mementingkan bentuk kata daripada urutan kata. Sebaliknya, bahasa
Indonesia lebih mementingkan urutan kata.
G. Satuan Sintaksis dan Hubungan
Antarsatuan Sintaksis
Sintaksis
memiliki unsur-unsur pembentuk yang disebut dengan istilah satuan sintaksis. Satuan tersebut adalah kata, frase, klausa, dan kalimat. Pembahasan kata dalam tataran
sintaksis berbeda dengan pembahasan kata pada tataran morfologi. Dalam tataran
sintaksis, kata merupakan satuan
terkecil yang membentuk frase, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu kata sangat
berperan penting dalam sintaksis, sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda
kategori sintaksis, dan sebagai perangkai satuan-satuan sintaksis.
Kata
dapat dibedakan atas dua klasifikasi
yaitu kata penuh dan kata tugas.
Frase
biasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau
lebih dan tidak memiliki unsur predikat. Unsur-unsur yang membentuk frase
adalah morfem bebas. Berdasarkan bentuknya, frase dapat dibedakan atas frase eksosentrik, frase endosentrik, dan
frase koordinatif.
Klausa
adalah satuan sintaksis berbentuk rangkaian kata-kata yang berkonstruksi
predikatif. Di dalam klausa ada kata atau frase yang berfungsi sebagai
predikat. Selain itu, ada pula kata atau frase yang berfungsi sebagai subjek,
objek, dan keterangan.
Kalimat
adalah satuan sintaksis yang terdiri dari konstituen dasar, yang biasanya
berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan dan disertai
intonasi final.
H. Analisis Sintaksis
Struktur kalimat
dapat dianalisis dari tiga segi, yaitu segi fungsi, kategori, dan peran
semantis. Berdasarkan segi fungsi, struktur kalimat dapat terdiri atas unsur
subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Subjek biasanya
didefinisikan sebagai sesuatu yang menjadi pokok, dasar, atau hal yang ingin
dikemukakan oleh pembicara atau penulis. Predikat adalah pernyataan mengenai
subjek atau hal yang berhubungan dengan subjek. Setelah predikat, biasanya
diletakkan objek. Keberadaan objek sangat tergantung pada predikatnya. Jika
predikatnya berbentuk verba transitif maka akan muncul objek. Namun, jika
predikatnya berbentuk verba intransitif maka yang akan muncul kemudian adalah
pelengkap. Unsur selanjutnya adalah keterangan, yaitu unsur kalimat yang berisi
informasi tambahan. Informasi tersebut biasanya berhubungan dengan tempat,
waktu, cara, dan sebagainya.
Kalimat dapat
pula dianalisis berdasarkan kategorinya. Dalam tata bahasa tradisional, istilah
kategori sering disebut dengan istilah kelas kata. Dalam bahasa Indonesia ada
empat kategori sintaksis utama, yaitu: (a) Nomina atau kata benda, (b) Verba
atau kata kerja, (c) Ajektiva atau kata sifat, dan (d) Adverbia atau kata
keterangan.
Analisis yang
ketiga adalah analisis sintaksis dari segi peran. Analisis ini berhubungan
dengan semantis. Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantis
tertentu. Beberapa pakar linguistik menggunakan istilah yang berbeda untuk
pembicaraan peran-peran dalam sintaksis, namun sebenarnya substansinya sama.
I. PENENTUAN KELAS-KELAS KATA
Ketika menguraikan struktur sintaks
dari suatu kalimat, kita memerlukan definisi aturan-aturan kalimat berdasarkan
urutan-urutan unsur terkecil pada struktur sintaks bahasa Indonesia . Pada
suatu bahasa kata adalah unsur terkecil dalam struktur sintaks, sedangkan unsur
terbesarnya adalah kalimat. Oleh karena itu, dalam pendefinisian aturan-aturan
sintaks, jenis kelas kata akan menjadi simbol terminal atau token. Dalam proses
penguraian struktur kalimat, penganalisa leksikal akan mengembalikan jenis
kelas kata ini dalam bentuk token berdasarkan string input yang sesuai dengan
ekspresi regular yang dimilikinya.
Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia , kelas-kelas kata terbagi
atas tujuh kategori [Alwi98]. Kelas-kelas kata tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Verba (kata kerja)
2.
Adjektiva (kata sifat)
3.
Adverbia (kata keterangan)
4.
Nomina (kata benda)
5.
Pronomina
6.
Numeralia
7.
Kata Tugas
Berdasarkan peranannya dalam frasa atau
kalimat, kata tugas dibagi menjadi lima
kelompok:
1)
Preposisi
2)
Konjungtor
3)
Interjeksi
4)
Artikula
5)
Partikel
Kelas-kelas kata yang digunakan pada
penelitian ini mengacu pada jenis kelas kata tersebut dan juga mengacu pada
jenis kelas kata yang digunakan oleh Iskak
Hendrawan [Iska99] pada penelitiannya yang meneliti kemampuan metode Linguistic String Analysis dalam
menguraikan sintaks bahasa Indonesia. Kelas-kelas kata yang digunakan pada
penelitian dapat dilihat pada tabel III-1.
Pada tabel III-1 terlihat bahwa
kelas-kelas kata yang digunakan dalam penelitian mengalami penambahan jika
dibandingkan dengan kelas-kelas kata yang terdapat pada tata bahasa baku bahasa Indonesia
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dan juga jika dibandingkan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Iskak
Hendrawan. Penambahan ini meliputi kelas kata modal, nomina persona, nomina penggolong yang terbagi menjadi dua
bagian, auxiliary, aspek, kelas kata bukan yang berfungsi sebagai kata ingkar
untuk predikat nominal, verba yang
terbagi menjadi empat macam, dan juga kelas kata adverbia yang dipecah menjadi
dua bagian.
Kelas kata modal (M), aspek (ASP), auxiliary (AUX) dan bukan (BUKAN) digunakan dalam penelitian karena kelas kata ini
dapat digunakan untuk membentuk frasa verbal [Sugo97]. Dua kelas kata terakhir
yaitu aspek dan auxiliary tidak digunakan dalam penelitian Iskak Hendrawan. Kata-kata yang termasuk ke dalam kelas kata ini
biasanya dianggap sebagai adverbia. Dalam penelitian ini kata-kata modal,
aspek, bukan, dan auxiliary
dipisahkan dari adverbia karena secara sintaksis kata-kata tersebut tidak dapat
diperlakukan sama dengan adverbia.
Dipublikasikan Oleh :
Drs. H. Erawan Aidid, M.Pd.
SMK Islam Tikung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar