A.
Pengertian :
Cooperative learning is the instructional use of small groups which
encourage students to work together to maximize their own and each other
learning structured, more prescriptive and directive it is (Johnson et al 1990)
Lie Anita dalam bukunya yang berjudul “Cooperative Learning” mengutip
perkataan Roger dan David Johnson bahwa ada lima unsur model pembelajaran
kooperatif yaitu : saling ketergantungan positif, tanggungjawab perseorangan,
tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok Kata kunci
pembelajaran kooperatif adalah :
·
Tim
·
Pengelolaan Kerjasama
·
Keinginan untuk bekerjasama melalui pengerjaan
serangkaian tugas dan penghargaan
·
Keahlian untuk bekerjasama
·
Interaksi yang simultan
·
Terdiri dari serangkaian tahapan yang berbeda dalam
setiap model (Kagan 1992)
Tehnik-teknik yang dapat dipakai dalam pembelajaran model kooperatif
learning adalah : Jigsaw, STAD, TGT (Slavin 1990) Write Pair Square, Think Pair
Square, Inside-Outside Circle, Round-Robin, NHT, Two Stay Two Stray (Kagan
1992), Group Investigation (Sharan et al), Learning Together (Johnson et al
1990), Cooperative Controversy (Johnson and Johnson 1987) Murder – Mood,
Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review (Hythecker et al 1988)
Write-Pair-Square adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang
dilakukan dengan cara yaitu siswa mula-mula bekerja sendiri, kemudian setelah
itu mendiskusikan hasil kerjanya dengan temannya secara berpasangan lalu mereka
membahas ulang pekerjaannya dalam kelompok yang terdiri dari empat orang.
Terakhir siswa mendiskusikan pekerjaannya bersama-sama didalam kelas dipimpin
guru (Kagan 1992)
Two Stay Two Spray adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif dengan
cara : siswa mula-mula bekerja didalam kelompok, yang terdiri dari empat orang
lalu dua diantaranya menjadi tamu ke kelompok lain untuk membahas dan mengecek
hasil pekerjaan kelompok yang didatangi sementara dua siswa tinggal dalam
kelompok untuk menerima kunjungan dari kelompok lain guna melakukan hal yang
sama, setelah kegiatan itu siswa kembali ke kelompok asal dan terakhir
mendiskusikan hasil kerjasanya secara klasikal.
Cooperative adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lain sebagai satu tim. Sedangkan Cooperative Learning artinya belajar
bersama-sama, saling membantu antara satu sama lain dalam belajar dan
memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang
telah ditentukan sebelumnya (Eng Tek dalam Kanda, 2001: 27).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah
menyangkut teknik mengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada
tujuan belajar bersama pada kelompok kecil yang umumnya tediri dari empat atau
lima orang.
Ada lima unsur dasar yang membedakan Cooperative Learning dengan kerja
kelompok. Adapun ciri Cooperative Learning adalah akuntabilitas individual,
interaksi tatap muka, keterampilan seusia, proses kelompok dan saling
ketergantungan yang positif.
Ketergantungan positif adalah perasaan diantara anggota kelompok dimana
keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lainnya pula atau
sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur
kelompok, tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar
mengevaluasi dirinya dengan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan
memahami bahan pelajaran.
Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan
secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan
menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap
anggota kelompok untuk bekerja sama.
Penyerapan model Cooperative Learning dalam pembelajaran dimaksudkan untuk
memperkuat pelajaran akademik setiap anggota kelompok dengan tujuan agar para
siswa lebih berhasil dalam belajar dari pada belajar sendiri. Sebagai
konsekuensinya untuk menjamin bahwa setiap siswa berhasil dan benar-benar
bertanggung jawab terhadap pelajarannya sendiri maka setiap siswa harus diberi
tanggung jawab secara individual untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri dan
mengetahui apa yang telah ditargetkan dan yang harus dipelajari. Oleh karena
itu, unsur terpenting yang harus dipahami oleh para guru adalah apabila tugas
dibagi dalam kelompok jangan sampai hanya diperiksa/dievaluasi atau tidaknya
tugas itu dikerjakan secara kelompok, melainkan harus terjadi interdepensi
tugas antara kelompok karena tujuan Cooperative Learning bukan terselesaikannya
tugas-tugas kelompok, tetapi para siswa belajar dalam kehidupan kelompok yang
mampu saling membelajarkan antar anggota kelompoknya
Ketergantungan yang positif dalam Cooperative Learning akan memotivasi para
siswa untuk bertanggung jawab terhadap keberhasilan temannya, kemampuan untuk
saling mempengaruhi dalam membuat alasan dan kesimpulan antara satu dengan yang
lain, social modeling, dukungan social, apabila guru dalam menstruktur kelompok
dalam bentuk interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka selain memberikan
motivasi yang penting bagi performans seorang siswa juga akan meningkatkan
saling mengetahui keberhasilan akademik setiap siswa dan personal masing-masing.
Cara ini akan mendukung dan memperkuat makna ketergantungan yang positif dan
mempermudah siswa untuk mempromosikan keberhasilan siwa yang lain sebagai
keberhasilan kelompok.
Penguasaan keterampilan sosial dalam Cooperative Learning perlu dimiliki
para siswa terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Namun karena para
siswa baru saja ditempatkan dalam kelompok-kelompok dan diharapkan dapat
menerapkan keterampilan sosial yang tepat, maka tidak secara otomatis mereka
akan mampu menerapkannya dengan baik. Sedangkan dalam Cooperative Learning para
siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti mengajukan pendapat,
mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan, kompromi, negoisasi dan
klasifikasi secara teratur untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Oleh karena itu,
untuk memenuhi persyaratan tersebut, guru perlu menerangkan dan mempraktekkan
tingkah laku dan sikap-sikap interaksi sosial yang diharapkan untuk dilakukan.
Proses kelompok terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik
mereka mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa perlu
mengetahui tingkat-tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas
kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu, para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan
secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai satu tim,
dalam hal :
·
Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok
·
Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain
·
Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif untuk
memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil,
dan
·
Apa yang mereka butuhkan untik melakukan tugas-tugas
yang akan datang supaya lebih berhasil.
Sesuai dengan filosofi konstruktivisme, maka dalam proses pembelajaran, guru
tidak mendoktrinasi gagasan saintifik, sehingga sistem perubahan gagasan siswa
adalah siswa itu sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, penyedia
“kondisi” supaya proses pembelajaran dalam upaya memperoleh konsep pengukuran
volume berlangsung benar. Beberapa pola yang harus dikembangkan oleh guru yang
mengacu kepada Cooperative Learning sesuai dengan filosofi kontruktivisme
adalah :
·
Guru mengarahkan siswa untuk melaksanakan diskusi
kelompok
·
Mendorong siswa untuk mengadakan penelitian sederhana
lewat alat peraga yang dimanipulasi
·
Guru mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan
praktis dan memberi peluang untuk mempertanyakan dan memodifikasi serta
mempertajam gagasannya
Drs.
H. Erawan Aidid, M.Pd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar