Konfigurasi

SELAMAT DATANG DI ERAWAN AIDID BLOGSPOT HP 085645119900

Kamis, 22 Maret 2012

Pembelajaran Cooperative Learning


A.     Pengertian :
Cooperative learning is the instructional use of small groups which encourage students to work together to maximize their own and each other learning structured, more prescriptive and directive it is (Johnson et al 1990)
Lie Anita dalam bukunya yang berjudul “Cooperative Learning” mengutip perkataan Roger dan David Johnson bahwa ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yaitu : saling ketergantungan positif, tanggungjawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok Kata kunci pembelajaran kooperatif adalah :
·         Tim
·         Pengelolaan Kerjasama
·         Keinginan untuk bekerjasama melalui pengerjaan serangkaian tugas dan penghargaan
·         Keahlian untuk bekerjasama
·         Interaksi yang simultan
·         Terdiri dari serangkaian tahapan yang berbeda dalam setiap model (Kagan 1992)
Tehnik-teknik yang dapat dipakai dalam pembelajaran model kooperatif learning adalah : Jigsaw, STAD, TGT (Slavin 1990) Write Pair Square, Think Pair Square, Inside-Outside Circle, Round-Robin, NHT, Two Stay Two Stray (Kagan 1992), Group Investigation (Sharan et al), Learning Together (Johnson et al 1990), Cooperative Controversy (Johnson and Johnson 1987) Murder – Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review (Hythecker et al 1988)

Write-Pair-Square adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan cara yaitu siswa mula-mula bekerja sendiri, kemudian setelah itu mendiskusikan hasil kerjanya dengan temannya secara berpasangan lalu mereka membahas ulang pekerjaannya dalam kelompok yang terdiri dari empat orang. Terakhir siswa mendiskusikan pekerjaannya bersama-sama didalam kelas dipimpin guru (Kagan 1992)
Two Stay Two Spray adalah salah satu teknik pembelajaran kooperatif dengan cara : siswa mula-mula bekerja didalam kelompok, yang terdiri dari empat orang lalu dua diantaranya menjadi tamu ke kelompok lain untuk membahas dan mengecek hasil pekerjaan kelompok yang didatangi sementara dua siswa tinggal dalam kelompok untuk menerima kunjungan dari kelompok lain guna melakukan hal yang sama, setelah kegiatan itu siswa kembali ke kelompok asal dan terakhir mendiskusikan hasil kerjasanya secara klasikal.



Cooperative adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu tim. Sedangkan Cooperative Learning artinya belajar bersama-sama, saling membantu antara satu sama lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya (Eng Tek dalam Kanda, 2001: 27).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning adalah menyangkut teknik mengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama pada kelompok kecil yang umumnya tediri dari empat atau lima orang.
Ada lima unsur dasar yang membedakan Cooperative Learning dengan kerja kelompok. Adapun ciri Cooperative Learning adalah akuntabilitas individual, interaksi tatap muka, keterampilan seusia, proses kelompok dan saling ketergantungan yang positif.
Ketergantungan positif adalah perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lainnya pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur kelompok, tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar mengevaluasi dirinya dengan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran.
Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.
Penyerapan model Cooperative Learning dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memperkuat pelajaran akademik setiap anggota kelompok dengan tujuan agar para siswa lebih berhasil dalam belajar dari pada belajar sendiri. Sebagai konsekuensinya untuk menjamin bahwa setiap siswa berhasil dan benar-benar bertanggung jawab terhadap pelajarannya sendiri maka setiap siswa harus diberi tanggung jawab secara individual untuk mengerjakan bagian tugasnya sendiri dan mengetahui apa yang telah ditargetkan dan yang harus dipelajari. Oleh karena itu, unsur terpenting yang harus dipahami oleh para guru adalah apabila tugas dibagi dalam kelompok jangan sampai hanya diperiksa/dievaluasi atau tidaknya tugas itu dikerjakan secara kelompok, melainkan harus terjadi interdepensi tugas antara kelompok karena tujuan Cooperative Learning bukan terselesaikannya tugas-tugas kelompok, tetapi para siswa belajar dalam kehidupan kelompok yang mampu saling membelajarkan antar anggota kelompoknya
Ketergantungan yang positif dalam Cooperative Learning akan memotivasi para siswa untuk bertanggung jawab terhadap keberhasilan temannya, kemampuan untuk saling mempengaruhi dalam membuat alasan dan kesimpulan antara satu dengan yang lain, social modeling, dukungan social, apabila guru dalam menstruktur kelompok dalam bentuk interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka selain memberikan motivasi yang penting bagi performans seorang siswa juga akan meningkatkan saling mengetahui keberhasilan akademik setiap siswa dan personal masing-masing. Cara ini akan mendukung dan memperkuat makna ketergantungan yang positif dan mempermudah siswa untuk mempromosikan keberhasilan siwa yang lain sebagai keberhasilan kelompok.
Penguasaan keterampilan sosial dalam Cooperative Learning perlu dimiliki para siswa terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Namun karena para siswa baru saja ditempatkan dalam kelompok-kelompok dan diharapkan dapat menerapkan keterampilan sosial yang tepat, maka tidak secara otomatis mereka akan mampu menerapkannya dengan baik. Sedangkan dalam Cooperative Learning para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan interaksi seperti mengajukan pendapat, mendengarkan opini teman, menampilkan kepemimpinan, kompromi, negoisasi dan klasifikasi secara teratur untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan tersebut, guru perlu menerangkan dan mempraktekkan tingkah laku dan sikap-sikap interaksi sosial yang diharapkan untuk dilakukan.
Proses kelompok terjadi ketika anggota kelompok mendiskusikan seberapa baik mereka mencapai tujuan dan memelihara kerjasama yang efektif. Para siswa perlu mengetahui tingkat-tingkat keberhasilan pencapaian tujuan dan efektivitas kerjasama yang telah dilakukan.
Untuk memperoleh informasi itu, para siswa perlu mengadakan perbaikan-perbaikan secara sistematis tentang bagaimana mereka telah bekerja sama sebagai satu tim, dalam hal :
·         Seberapa baik tingkat pencapaian tujuan kelompok
·         Bagaimana mereka saling membantu satu sama lain
·         Bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap individu dan kelompok secara keseluruhan menjadi berhasil, dan
·         Apa yang mereka butuhkan untik melakukan tugas-tugas yang akan datang supaya lebih berhasil.
Sesuai dengan filosofi konstruktivisme, maka dalam proses pembelajaran, guru tidak mendoktrinasi gagasan saintifik, sehingga sistem perubahan gagasan siswa adalah siswa itu sendiri. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, penyedia “kondisi” supaya proses pembelajaran dalam upaya memperoleh konsep pengukuran volume berlangsung benar. Beberapa pola yang harus dikembangkan oleh guru yang mengacu kepada Cooperative Learning sesuai dengan filosofi kontruktivisme adalah :
·         Guru mengarahkan siswa untuk melaksanakan diskusi kelompok
·         Mendorong siswa untuk mengadakan penelitian sederhana lewat alat peraga yang dimanipulasi
·         Guru mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan praktis dan memberi peluang untuk mempertanyakan dan memodifikasi serta mempertajam gagasannya


Drs. H. Erawan Aidid, M.Pd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar