A.
Pengertian
Contoxtual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa
dapat diperoleh dari usaha siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan
keterampilan baru ketika ia belajar.
Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif
yakni, konstruktivisme, bertanya (questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat
belajar (learning komunity), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya
(autentic assement).
B.
Landasan
Filosofi Contextual Teaching Learning (CTL)
Landasan
filosofi CTL adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkontruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan
menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan . Konstruktivisme berakar pada filsafat
pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad 20-an yang menekankan
pada pengembangan siswa.
Menurut
Zahorik, ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran
kontektual.
a) Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating learning)
b) Pemerolehan
pemngetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
c) Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) hipotesis
(2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan
atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan
d)
Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge)
e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut
e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut
C. Inquiry (menemukan)
Inquiry adalah
merupakan suatu teknik yang digunakan guru untuk dapat merangsang siswa untuk
lebih aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah tentang pengetahuan
yang sedang dipelajari.
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan.
Siklus Inqiry antara lain :
Siklus Inqiry antara lain :
a) Observasi
b) Bertanya
c) Mengajukan
dugaan
d) Pengumpulan
data
e) Penyimpulan
Langkah-langkah
kegiatan menemukan (Inquiry), yaitu:
a)
Merumuskan masalah.
Contoh :
bagaimanakah silsilah raja-raja bani Abbasiah
b)
Mengamati atau melakukan observasi
Contoh :
membaca buku atau sumber lain untuk mendapat informasi pendukung
c)
Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,
bagan., table, dan lainnya.
Contoh : siswa
membuat bagan silsilah raja-raja bani Abbasiah.
d)
Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada
teman sekelas, guru atau audien yang lain.
Contoh : karya
siswa didiskusikan bersama-sama
Penerapan pembelajaran Kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham Progresivisme John Dewey. Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan sekolah berpusat pada anak (Child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (Teacher-Centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.
Pokok-pokok pandangan Progresivisme antara lain:
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara
aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan
oleh guru.
2. Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk
merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah Progresif harus merupakan Laboratorium
untuk melakukan Eksperimen.
Selain teori Progresivisme John Dewey, teori kognitif
juga melatarbelakangi filosofi pembelajaran Kontekstual. Siswa akan belajar
dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan di kelas dan
berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam
bentuk apa yang dapat mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar
di pandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide
yang masih laten melalui kegiatan Intropeksi.
Disamping itu siswa yang menggunakan strategi kognitif
memungkinkan ketika ia mengikuti berbagai uraian dari apa yang sedang ia baca,
apa yang ia pelajari, mungkin ketrampilan intelektual, mungkin informasi. Dia
menggunakan strategi kognitif untuk memilih dan menggunakan kode bagi apa yang
dia pelajari, dan strategi lain untuk mengungkapkannya kembali. Yang
terpenting, dia menggunakan beberapa strategi kognitif dalam memikirkan apa
yang telah ia pelajari dan dalam memecahkan masalah. Strategi kognitif adalah
cara yang dimiliki pelajar dalam mengelola proses belajar.
Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan
bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus di hafal. Kelas
masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah
sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi
belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong
siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Melalui landasan Filosofi Konstruktivisme, CTL
dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi
CTL, siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Menurut Filosofi Konstruktivisme, pengetahuan bersifat
non-obyektif, temporer, dan selalu berubah. Segala sesuatu bersifat temporer,
berubah, dan tidak menentu. Kitalah yang memberi makna terhadap realitas yang
ada. Pengetahuan tidak pasti dan tidak tetap. Belajar adalah pemaknaan
pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai
kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang
yang belajar. Otak atau akal manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan
interpretasi sehingga muncul makna yang unik.
Salah satu prinsip penting dari Psikologi pendidikan
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu
mereka mencapai tingat pemahaman yang lebih tinggi, sehingga prestasi mereka
semakin meningkat, tetapi harus tetap diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
Penerapan Pembelajaran C T L
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dikelas. Ketujuh komponen itu adalah Konstruktivisme, bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan (Modelling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) jika menerapkan komponen tersebut dalam pembelajarannya, dan untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan masing-masing ketujuh komponen diatas
adalah:
a.
Konstruktivisme
(Construktivisme).
Merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Intinya Konstruktivisme adalah:
1. Siswa belajar sedikit demi
sedikit dari konteks terbatas.
2. Siswa mengkonstruk sendiri pemahamannya.
3. Pemahaman yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang
bermakna.
b. Menemukan (Inquiry)
Inquiry pada dasarnya adalah suatu ide yang komplek, yang berarti banyak
hal bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inquiry adalah proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara
sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan
sendiri materi yang dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental
seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan
siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental emosional maupun
pribadinya.
Proses Inquiry dapat dipakai dalam berbagai topik mata pelajaran. Secara
umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Merumuskan masalah.
2. Mengajukan hipotesis.
3. Mengumpulkan data.
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
5. Membuat kesimpulan.
Penerapan asas ini dapat dipakai dalam proses proses Contextual Teaching
and Learning (CTL), dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas
yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan
masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas,
selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan
rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntut siswa untuk
melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah
terkumpul selanjutnya siswa dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar
dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti ini, merupakan asas yang
penting dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Melalui
proses berfikir yang sistematis diatas, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah,
rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan
kreativitas.
Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis, dan menemukan
teori. Baik perorangan maupun kelompok.
1. Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep atau
fenomena.
2. Mengembangkan dan menggunakan ketrampilan berfikir kritis.
c. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya
dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam
proses pembelajaran melalui Contextual Teaching and Learning (CTL), guru tidak
menaympaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat
menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui
pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat
berguna untuk:
1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi
pelajaran.
2. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
4. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan
5. Membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan sesuatu.
Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir
selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan
teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.
d. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar
kelompok, dan antara mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu. Dalam kelas
dengan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam
kelompok-kelompok belajar, siswa yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu
memberi tahu yang belum tahu. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat
belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta
informasi yang diperlukan teman bicaranya. Adapun inti dari Learning Community
adalah:
1. Berbicara dengan berbagi pengalaman kepada orang lain.
2. Bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih
baik dibandingkan dengan belajar sendiri.
e. Pemodelan (Modelling)
Yang dimaksud dengan asas Modelling adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau
bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan
contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana
cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara
menggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses
modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru
memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah
menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya
didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model.
Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL), sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teoritis abstrak yang dapat memungkinkan verbalisme.
f. Refleksi (Reflection)
Adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu. Refleksi
merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima.
Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan
yang baru saja diterima, yang merupakan pengayaan atau kejadian, aktivitas atau
pengetahuan yang baru diterima.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa
menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang
pengalaman belajarnya.
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Dalam proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan intelektual
maupun mental siswa.
Penilaian yang Authentic dilakukan secara berintegrasi dengan proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses
belajar bukan kepada hasil belajar.
Berikut ini beberapa perbedaan antara Perbedaan
Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional:
No
|
PENDEKATAN CTL
|
PENDEKATAN TRADISIONAL
|
1
|
Siswa secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran
|
Siswa adalah penerima
informasi secara pasif
|
2
|
Siswa belajar dari
teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
|
Siswa belajar secara
individual
|
3
|
Pembelajaran dikaitkan
dengan kehidupan nyata dan atau yang disimulasikan
|
Pembelajaran sangat
abstrak dan teoritis
|
4
|
Perilaku dibangun atas
dasar kesadaran diri
|
Perilaku dibangun atas
dasar kebiasaan
|
5
|
Keterampilan
dikembangkan atas dasar pemahaman
|
Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan
|
6
|
Hadiah untuk perilaku
baik adalah kepuasan diri
|
Hadiah untuk perilaku
baik adalah pujian (angka) rapor
|
7
|
Seseorang tidak
melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
|
Seseorang tidak
melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
|
8
|
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks
nyata
|
Bahasa diajarkan dengan
pendekatan struktural: rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan
|
9
|
Pemahaman siswa
dikembangkan atas dasar yang sudah ada dalam diri siswa
|
Pemahaman ada di luar
siswa, yang harus diterangkan, diterima, dan dihafal
|
10
|
Siswa menggunakan
kemampuan berfikir kritis, terlibat dalam mengupayakan terjadinnya proses
pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses
pembelajaran yang efektif dan membawa pemahaman masing-masing dalam proses
pembelajaran
|
Siswa secara pasif
menerima rumusan atau pemahaman (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal)
tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
|
11
|
Pengetahuan yang
dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan
atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami
pengalamannya
|
Pengetahuan adalah
penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di
luar diri manusia
|
12
|
Karena ilmu pengetahuan
itu dikembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami
peristiwa baru, maka pengetahuan itu selalu berkembang.
|
Bersifat absolut dan
bersifat final
|
13
|
Siswa diminta
bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka
masing-masing
|
Guru adalah penentu
jalannya proses pembelajaran
|
14
|
Penghargaan terhadap
pengalaman siswa sangat diutamakan
|
Pembelajaran tidak memperhati-kan pengalaman siswa
|
15
|
Hasil belajar diukur
dengan berbagai cara : proses, bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman,
tes, dll.
|
Hasil belajar hanya
diukur dengan hasil tes
|
16
|
Pembelajaran terjadi di
berbagai tempat, konteks dan setting
|
Pembelajaran hanya
terjadi dalam kelas
|
17
|
Penyesalan adalah
hukuman dari perilaku jelek
|
Sanksi adalah hukuman
dari perilaku jelek
|
18
|
Perilaku baik berdasar
motivasi intrinsic
|
Perilaku baik berdasar
motivasi ekstrinsik
|
19
|
Berbasis pada siswa
|
Berbasis pada guru
|
20
|
Seseorang berperilaku
baik karena ia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
|
Seseorang berperilaku
baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan
hadiah yang menyenagkan
|
Daftar
Rujukan:
1.
Redja Mudyahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), cet.2, Hal.142
2.
Nurhadi, Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK, (Malang: UNM, 2004),
Edisi Revisi, Cet.I, hlm.8
3. Robert M.Gagne, Prinsip-Prinsip Belajar Untuk
Pengajaran, (Surabaya:Usaha Nasional), 1988, Cet.I, hlm.79.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar