MODEL BELAJAR & PEMBELAJARAN BERORIENTASI PADA KOMPETENSI SISWA
Drs. H. Erawan Aidid, M.Pd.
A.
Pendahuluan
Kurikulum 2004 berbasis kompetensi
(KBK), yang diperbaharui dengan Kurikulum 2006 (KTSP), telah berlaku selama 4
tahun dan semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada
kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di sekolah, masih kurang memperhatikan
ketercapaian kompetensi siswa. Hal ini tampak pada RPP yang dibuat oleh guru
dan dari cara guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu
dominan menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan siswa
resisten, guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan siswa
pasif. Paradigma lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah,
paradigma mengajar masih tetap dipertahankan dan belum berubah menjadi
peradigma membelajarkan siswa. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP
menggunakan istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di
kelas, ini berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi
guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga
memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya
sebagai insan mandiri.
Demikian pula, pada pihak siswa,
karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan
kondisi menerima dan tidak biasa memberi. Selain dari karena kebiasaan yang
sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan
disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas tentang bagaimana siswa
belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa. Karena penghargaan terhadap
profesi guru sangat minim, boro-boro sempat waktu untuk membaca buku yang
aktual, mereka sangat sibuk untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan memang
itu kewajiban utama, apalagi untuk membeli buku pembelajaran yang inovatif.
Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas pemebelajaran, tetapi situasi dan
kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya adalah bagaimana mengubah
kebiasaan prilaku guru dalam kelas, mengubah paradigma mengajar menjadi
membelajarkan, sehingga misi KBK dapat terwujud. Dengan paradigma yang berubah,
mudah-mudahan kebiasaan murid yang bersifat pasif sedikit demi sedikit akan
berubah pula menjadi aktif.
Tulisan sederhana ini sengaja dibuat
untuk para guru, yang saya hormati dan saya banggakan, untuk berbagi pengalaman
dan pengetahuan, semoga dengan sajian sederhana ini dapat dijadikan bekal untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga
kualitas amal sholehnya melalui profesi guru menjadi meningkat pula. Tulisan
ini membahas tentang kompetensi siswa sesuai tuntutan kurikulum untuk sekedar
mengingatkan, model-model belajar agar memahami benar bagaimana siswa belajar
yang efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan sesuai
dengan situasi dan kondisi siswa, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.
B.
Kompetensi Siswa
Kompetensi (competency) adalah kata
baru dalam bahasa Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan atau pangabisa
dalam bahasa Sunda. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa
siswa telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah
dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik)
sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya
menjadi kecakapan hidup (life skill). Inilah hakikat pembelajaran, yaitu
membekali siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa
tergantung pada orang lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan
hidup. Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan
memahami.
Kompetensi siswa yang harus dimilki
selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman,
penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi,
eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas,
pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian diri yang mencakup
kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi
aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi dan
kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku). Istilah
psikologi kontemporer, kompetensi / kecakapan yang berkaitan dengan kemampuan
profesional (akademik, terutama kognitif) disebut dengan hard skill, yang
berkontribusi terhadap sukses individu sebesar 40 % . Sedangkan kompetensi
lainnya yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan
kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian diri disebut dengan soft
skill, yang berkontribusi sukses individu sebesar 60%. Suatu informasi yang sangat
penting dan sekaligus peringatan bagi kita semua.
C.
Model-model Belajar
Uraian
berikut ini adalah untuk menjawab pertanyaan, bagaimana siswa belajar? Dengan
memahami uraian ini, guru (kita) bisa menyesuaikan pelaksanaan pembelajaran
dengan kondisi siswa. Bukankah pemberian harus diselaraskan dengan mereka yang
akan menerima pemberian sehingga dapat bermanfaat secara optimal, dan tidak
sebaliknya.
Model-model
belajar yang dimaksud pada judul di atas adalah berbagai cara-gaya belajar
siswa dalam aktivitas pembelajaran, baik di kelas ataupun dalam kehidupannya
sehari-hari antar sesama temannya atau orang yang lebih tua. Dengan memahami
model-model belajar ini, diharapkan para guru (kita semua) dapat membelajarkan
siswa secara efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
Ada
berbagai model belajar yang akan dibahas, yaitu:
1. Peta
Pikiran
Buzan (1993) mengemukakan bahwa otak manusia bekerja
mengolah informasi melalui mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu
hal berbentuk hubungan fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak
parsial terpisah satu sama lain dan tidak pula dalam bentuk narasi kalimat
lengkap. Sebagai contoh, kalau dalam pikiran kita ada kata (konsep) Bajuri,
maka akan terkait dengan kata lain secara fungsional, seperti gemuk, supir
bajay, kocak, sederhana, atau ke tokoh lain Oneng, Ema, Ucup, Hindun, dan
lain-lain dengan masing-masing karakternya. Demikian pula kata dalam pikiran
kita terlintas FKIP Universitas Langlangbuana Bandung akan terkait alamatnya,
pejabatnya, dosen-dosen dan staf administrasi, dan besar penghargaan untuk
perkuliahan per-sks. Silakan anda mencoba menuliskan / menggambarkan peta
pikiran tentang Bajuri dan FKIP Unla di atas. Kalau dibuat narasinya akan ada
perbedaan redaksi, meskipun dengan makna yang tidak berbeda.
Dalam bidang studi keahlian anda, misalnya ambil satu
materi dalam pelajaran Matematika, Akuntansi, Agama, atau yang lainnya. Silakan
buat (tulis-gambar) peta pikiran yang terlintas kemudian narasikan secara
lisan. Tulisan atau gambar peta pikiran tersebut dinamakan dengan peta konsep
(concept map).
Selanjutnya Buzan mengemukakan bahwa cara belajar
siswa yang alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas
berupa pikiran. Yang produknya berupa peta konsep. Dengan demikian belajar akan
efektif dengan cara membuat catatan kreatif yang merupakan peta konsep,
sehingga setiap konsep utama yang dipelajari semuanya teridentifikasi tidak ada
yang terlewat dan kaitan fungsionalnya jelas, kemudian dinarasikan dengan gaya
bahasa masing-masing. Dengan demikian konsep mendapat retensi yang kuat dalam
pikiran, mudah diingat dan dikembangkan pada konsep lainnya. Belajar dengan
menghafalkan kalimat lengkap tidak akan efektif, di samping bahasa yang
digunakan menggunakan gaya bahasa penulis. Mengingat hal itu, sajian guru dalam
pembelajaran harus pula dikondisikan berupa sajian peta konsep, guru
membumbuinya dengan narasi yang kreatif.
Selanjutnya, Buzan mengemukakan bahwa kemampuan otak
manusia dapat memproses informasi berupa bahasa sebanyak 600 – 800 kata
permenit. Dengan kemampuan otak seperti itu dibandingkan dengan kemampuan
komputer sangat tinggi. Jika benar-benar dimanfaatkan secara optimal, setiap
kesempatan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran diri dalam segala hal. Hanya
sayang banyak orang yang mengabaikannya atau digunakan untuk hal-hal yang
kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, misalnya berangan-angan,
menonton, mengobrol atau bercanda tanpa makna. Bagaimana dengan anda?.
2. Kecerdasan
Ganda
Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak,
sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intelektual pada
otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. Kecerdasan intelektual
mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan
kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan
mengisinya dengan aktivitas lain, jika positif akan mengembangkan penalaran
akan tetapi jika diisi dengan aktivitasa negatif, misal kenakalan atau lamunan,
inlah yang disebut dengan sia-sia atau mubadzir (at tubadziru minasy-syaithon).
Sebaliknya jika tuntutan kerja otak tinggi akan
terjadi kecemasan-kelelahan. Kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan
relaksasi melalui penciptaan suasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan,
senyum-tertawa, suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan
dengan prinsip kepasrahan kepada sang Pencipta. Dengan demikian aktivitas otak
kiri semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.
Sel syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat
kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal,
realitas, ide, abstrak, dan simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan
berkaitan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional,
kesadaran diri, spasial, musik, dan kreativitas. Penting untuk diketahui bahawa
kecerdasan intelkektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20%
sedangkan kecerdasan emosional sebesar 40%, siswanya sebanyak 40% dipengaruhi
oleh hal lainnya.
Ary Ginanjar (2002) dan Jalaluddin Rahmat (2006)
mengukakan kecerdasan ketiga, yaitu Kecerdasan Spiritual (nurani-keyakinan)
atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan beragama.
Sebagai orang beragama, kita semestinya berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan
ini, bukankah ada ikhtiar dan ada pula taqdir, ada do’a sebagai permintaan dan
harapan, dan ibadah lainnya. Bukankan ketentraman individu karena keyakinan
beragama ini.
Gardner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda
yang sifatnya mulkti dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-visual ,
Linguistic-verbal, Interpersonal-communication, Musical-rithmic, natural,
Body-kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-thinking-reasoning.
3. Metakognitif
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara
bebas sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan
bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali
apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran
terdahulu. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa
metakognitrif dapat dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain
yang dihadapi.
Kemampuan metakognitif setiap individu akan berlainan,
tergantung dari variabel meta kognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas,
pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan strategi berpikir. Holler, dkk. (2002)
mengemukakan bahwa aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu,
monitoring, dan regulasi.
Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew
ada 7, yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan,
bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler berpendapat tentang komponen
metakognitif, yaitu: kesadaran, monitoring, dan regulasi.
Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif
tinggi karena memuat unsure analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal
bakal tumbuhkembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu
pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan
metakognitif ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.
4. Komunikasi
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi
antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan
komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan
dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif dan
ada pula yang berkpribadian negatif.
Perhatikan hasil penelitian Jack Canfield (1992),
untuk kita simak dan renungkan, bahwa seorang anak ayang masih polos-natural, setiap
hari biasa menerima 460 komentar negatif dan 75 koentar positif dari oarng yang
lebih tua dalam kehidupannya. Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada
awalnya secara alami penuh keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin
mencoba, ingin tahu dengan pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari
orang sekelilingnya, ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa
percaya dirinya menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu,
ragu-ragu, menghindar, membiarkan, dan cemas. Dampak selanjutnya pada waktu
bwersekolah, belajar menjadi beban dan rasa ercaya dirinya berkurang. Makin
lama ia makin dewasa, pribadinya berpola negative, seperti pesimis, m\udah
menyerah, dikendalikan keadaan , prasangka, pembenaran, menimpakan kesalahan, dan
sibuk dengan alasan. Berbeda dengan individu yang memiliki pribadi positif,
yaitu optimis, mengendalikan keadaan, ada kebebasan memilih, punya alternative,
partisipatidf, dan mau memperbaiki diri.
Sebagai guru, tentunya akan berhadapan dengan siswa
yang berkepribadian negative seperti di atas dan tentunya tidak untuk dibiarkan
karena profesi guru adalah amanat. Bagaimanakh menghadapi siswa dengan pola
pribadi seperti irtu? Caranya anatar lain dengan cara tidak memvonis, katakana
“saya ….” bukan katanya, jangan sungkan untuk apologi jika kesalahan, tumbuhkan
citra positif, bersikap mengajak dan bukan memerintah, dan jaga komunikasi non
verbal (eksprsi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok panutan). Mengapa
demikian? Karena cara berkomunikasi akan langsung berkenaan dengan akal dan
rasa, yang selanjutnya mempengaruhi poses pembelajaran.
5. Kebermaknaan
Belajar
Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan)
semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar
dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya,
menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi).
Dalam bahasa Sunda ada pepatah “pok-pek-prak” yang
berarti bahwa belajar mempunya indikator berkata-pok (bertanya-menjawab-diskusi,presentasi).
Mencoba-pek (menyelidiki, meng-identifikasi, menduga, menyimpulkan, menemukan),
dan melaksanakan-prak (mengaplikasikan, menggunakan, memanfaatkan,
mengembangkan). Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908)
mengemukakan tiga prinsip pembelajaran ing ngarso sung tulodo (jadi
pemimpin-guru jadilah teladan bagi siswanya), ing madyo mangun karso (dalam
pembelajaran membangun ide siswa dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa
terbentuk), tut wuri handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam
mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi mandiri). Dengan
perkataan lain, pembelajaran adalah solusi tepat untuk pelaksanaan kurikulum
2006, dan bukan dengan kegiatan mengajar.
Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) san Peter Sheal
(1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cbelajar.
Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar
20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi
mencapai 70 %, da belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan besa mencapai
90%.
Dari uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran
adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara
optimal, tidak cukuop dengan mendengar dan melihat, tepai harus dengan
hands-on, minds-on, konstruksivis, dan daily life (kontekstual).
6. Konstruksivisme
Dalam paradigma pembelajaran, guru menyajikan
persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri
dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan.
Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara guru-siswa tidak lagi bersifat
transmisi sehingga menimbulkan imposisi (pembebanan), melainkan lebih bersifat
negosiasi sehingga tumbuh suasana fasilitasi.
Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif (tut
wuri handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan
dan opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun
sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui
pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau
aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri ang mengemasnya.
Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya
berbeda, atau mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan
bantuan dan arahan (scalfolding) sebagai fasilitator dan pembimbing. Keslahan
siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya
ia sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas
pembelajaran.
Hal inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam
pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme,
karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnbya proaktif dan reaktif
dalam membangun pengetahuan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara
optimal, Confrey (1990) menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull
constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan,
refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak
lanjut, justifikasi, dan sintaks (SOP).
7. Prinsip
Belajar Aktif
Ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara aktif dan
secara reaktif (pasif). Belajar secara aktif indikatornya adalah belajar pada
setiap situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya
terlaksana, dan partisipatif dalam setiap kegiatan. Sedangakan belajar reaktif
indikatornya adalah tidak dapat melihat adanya kesempatan belajart, mengabaikan
kesempatan, membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.
Dari indikator belajar aktif, sesuai dengan pengertian
kegiatan pembelajaran di atas, maka prinsip belajar yang harus diterapkan
adalah siswa harus sebaga subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan
sehingga kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan
sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja
individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpuku rasa
tanggung jawab dan disiplin diri.
Prinsip belajar yang dikemuakan leh Treffers (1991)
adalah memiliki indikatro mechanistic (latihan, mengerjakan), structuralistic
(terstrutur, sitematik, aksionmatik), empiristic (pngelaman induktif-deduktif),
dan realistic-human activity (aktivitas kehidupan nyata). Prisip tersebut akan
terwujud dengan melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan keterlibatan
intelektual-emosional, kontekstual-trealistik, konstruksivis-inkuiri,
melakukan-mengkomunikasikan, dan inklusif life skill.
D.
Model-model Pembelajaran
Untuk
membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran.
Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran
yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam
memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa,
sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu
sendiri.
Berikut
ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan
alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi
sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta
sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru
untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.
1. Koperatif (CL, Cooperative
Learning).
Pembelajaran
koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh
ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar
berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi
(sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature
dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing.
Jadi
model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 –
5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan
fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
presentasi.
Sintaks
pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
2. Kontekstual (CTL, Contextual
Teaching and Learning)
Pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab
lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan
siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan
disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan
suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran
kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya
menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada
tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian
kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning
(eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi,
inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam
belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan),
inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan,
analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic
assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian
terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian
seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).
3. Realistik (RME, Realistic
Mathematics Education)
Realistic
Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola
guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of
mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip,
algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia
empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia
rasio, pengemabngan mateastika).
Prinsip
RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan
proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi,
informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep),
interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari
guru dalam penemuan).
4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct
Learning)
Pengetahuan
yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar
akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung.
Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan
terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut
dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
5. Pembelajaran Berbasis masalah
(PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan
adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan
mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada
masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir
tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif,
terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa
dap[at berpikir optimal.
Indikator
model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi,
induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi, dan inkuiri
Dalam
hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum
dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau
menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya
adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok
atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa
mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi.
7. Problem Posing
Bentuk
lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan
melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang
lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar,
identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative,
menyusun soal-pertanyaan.
8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran
dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan
permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga
bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan
orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi,
sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi
mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh
jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan
proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih
mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker,
keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.
Sajian
masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar,
diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir
siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan
(sedikit demi sedikit dilepas mandiri).
Sintaknya
adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat
reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
9. Probing-prompting
Teknik
probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian
petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir
yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru
yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu
konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan
baru tidak diberitahukan.
Dengan
model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara
acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa
tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan
dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun
demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya
serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada
lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman,
menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus
dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah
berpartisipasi
10. Pembelajaran Bersiklus (cycle
learning)
Ramsey
(1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari
eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan
aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi
berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi
berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.
11. Reciprocal Learning
Weinstein
& Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan
empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi
diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara
membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.
Untuk
mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran
resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul,
membaca-merangkum.
12. SAVI
Pembelajaran
SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan
semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan
dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana
belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar
haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang
bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati,
menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan
Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan
berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya
melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta,
mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan
model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa
sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama
dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif
dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman
dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru
bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah
selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika
waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau
dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya
adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa
heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme
kegiatan
b. Siapkan meja turnamen
secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang
berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap
kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya
paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil
kesewpakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah
opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan
pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit).
Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan
dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus
skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang
dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
Bumping,
pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.),
dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan
gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula
untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai
hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.
14. VAK (Visualization, Auditory,
Kinestetic)
Model
pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan
ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa
yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama
halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
15. AIR (Auditory, Intellectualy,
Repetition)
Model
pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi
yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara
siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan
bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK)
dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada
siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk
jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan
imposisi-intruksi.
Sintaksi
BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan
bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa
pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi
sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes
formatif.
17. STAD (Student Teams Achievement
Division)
STAD
adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat
kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara
kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis
individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor
tim dan individual dan berikan reward.
18. NHT (Numbered Head Together)
NHT
adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan,
buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan
persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa
tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat
tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor
siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis
individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri
reward.
19. Jigsaw
Model
pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut
ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan
ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam
kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap
kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang
sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal,
pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan
dan evaluasi, refleksi.
20. TPS (Think Pairs Share)
Model
pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan
materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok
dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok
(share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis
dan berikan reward.
21. GI (Group Investigation)
Model
koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan
orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok
menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi
pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan
keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data
penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor
perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model
pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah
dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis
heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi
perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi
solusi
23. CPS (Creative Problem Solving)
Ini
juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui
teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan
materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan
fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan
solusi, presentasi dan diskusi.
24. TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran
ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan
alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi,
diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah:
informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi,
melaporkan.
25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran
model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan
kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok
lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari
kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok,
laporan kelompok.
26. CORE (Connecting, Organizing,
Refleting, Extending)
Sintaknya
adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide
untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E)
mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.
27. SQ3R (Survey, Question, Read,
Recite, Review)
Pembelajaran
ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu
dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat,
dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata
kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang
bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya,
Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan
Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh
28. SQ4R (Survey, Question, Read,
Reflect, Recite, Review)
SQ4R
adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas
memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang
relevan.
29. MID (Meaningful Instructionnal
Design)
Model
ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan
efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual
kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan
yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2)
reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui
ekspresi-apresiasi konsep
30. KUASAI
Pembelajaran
akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses,
Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan
(mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata
kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui
refleksi diri tentang gaya belajar.
31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI
digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat
keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI
menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk
amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk
certain.
32. DLPS (Double Loop Problem
Solving)
DPLS
adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada
pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan
jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut
dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.
Sintaknya
adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi,
analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah
penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal,
mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi,
mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama,
menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.
33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
DMR
adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan
pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok.
Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan
penutup.
34. CIRC (Cooperative, Integrated,
Reading, and Composition)
Terjemahan
bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif
–kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru
memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja
sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap
wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok,
refleksi.
35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC
adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar
(Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya
adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar,
separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang
berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran
luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan
seterusnya
36. Tari Bambu
Model
pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi
pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi
ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan
pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di
depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri
berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi
pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran
pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.
37. Artikulasi
Artikulasi
adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi,
bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang
baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil
diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.
38. Debate
Debat
adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian
duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh
masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah
satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara
bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.
39. Role Playing
Sintak
dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran,
menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan
kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan
scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan
oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.
40. Talking Stick
Suintak
p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa
mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan
tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari
guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan
seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.
Sintaknya
adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan
diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap
kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok
lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
42. Student Facilitator and
Explaining
Langkah-langkahnya
adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan
menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi.
43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya:
informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau
kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru
membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan
nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor
dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
44. Demonstration
Pembelajaran
ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen.
Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan
ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau
kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan
evaluasi, refleksi.
45. Explicit Instruction
Pembelajaran
ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah
demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi,
mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural, membimbing
pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi.
46. Scramble
Sintaknya
adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan
diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu
jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban
yang cocok.
47. Pair Checks
Siswa
berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan
temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan
dan evaluasi, refleksi.
48. Make-A Match
Guru
menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi
jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha
menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya
siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk
badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi.
49. Mind Mapping
Pembelajaran
ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah:
informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk
menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi
kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan
refleksi.
50. Examples Non Examples
Persiapkan
gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan
gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian,
diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok,
bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.
51. Picture and Picture
Sajian
informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan
dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru
mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi
bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.
52. Cooperative Script
Buat
kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa
mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah
seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan
refleksi.
53. LAPS-Heuristik
Heuristik
adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi
masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya,
adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana
sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan
pengecekan.
54. Improve
Improve
singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing,
Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment.
Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan
bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.
55. Generatif
Basi
gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan
ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman,
evaluasi, dan refleksi
56. Circuit Learning
Pembelajaran
ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola
bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif
dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta
konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi
57. Complete Sentence
Pembelajaran
dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan blanko isian
berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa
ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa
paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi,
presentasi.
58. Concept Sentence
Prosedurnya
adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen,
guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok membeuat
kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.
59. Time Token
Model
ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial
agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya
adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon
bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan
bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.
60. Take and Give
Model
pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan
yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan
kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan
mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya
kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa
lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi
61. Superitem
Pembelajaran
ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari
simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan
konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan
sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi
informasi, integrasi, dan hipotesis.
62. Hibrid
Model
hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa
mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori,
koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan
computer-internet.
63. Treffinger
Pembelajaran
kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan -urun
ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir
kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui
pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.
64. Kumon
Pembelajaran
dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga
suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap
siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung
dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru
membimbing.
65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan
musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif,
dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum
adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami,
tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan
AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai
konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman,
dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.
Rumus quantum fisika asdalah E = mc2,
dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri
(akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan
aktivitas optimal.
E. Penutup
Kehidupan akan terasa indah ap[abila
ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak
berubah. Perubahan kea rah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi
kebutuhan setiap insane dalam setiap kehidupan.
Manusia telah dibekali akal dan rasa
untuk berkreasi, menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih
baik dengan ikhtiar mulai dari diri sendiri. Begitu pulal dalam pembelajaran,
penciptaan suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir
selalu turut serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana
kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas,
tidak lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban,
melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman
dan menyenangkan.
Salah satu cara untuk menciptakan
suasan yang nyaman dan menyenangkan sert terhndar dari kevbiosanan adalah
dengan memahami dan melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi
positif yang efektif, dan model pembelajaran yang inovatif. Semoga.
Daftar
Pustaka
Ary Ginanjar
Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient (ESQ). Jakarta: Arga.
Burton, L
(1993). The Constructivist Classroom Education in Profile. Perth: Edith
Cowan University.
Buzan, Tony
(1989). Use Both Sides of Yoru Brain, 3rd ed. New York: Penguin Books.
Cord (2001).
What is Contextual Learning. WWI Publishing Texas: Waco.
De Porter,
Bobbi (1992). Quantum Learning. New York: Dell Publishing.
Ditdik SLTP
(2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL).
Jakarta.:Depdiknas.
Erman,
S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA-FPMIPA.
Gardner, Howard
(1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New York:
Basic Bools.
Goleman,
Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar